L
|
ima belas tahun lebih sudah aku berada di bumi
pertiwi indah ini. Hidup di keluarga yang harmonis, dengan kedua orangtua yang
baik dan kedua kakak yang sedikit menyebalkan. Harmoni angin dengan cahaya
matahari yang redup menandakan waktu itu sore hari. Burung-burung terbang kesana kemari, tuk mencari makan. Sedangkan
disana aku sendirian berpetualang dengan imajinasi lamunanku. Memikirkan hal
yang aneh bahkan sepele. Tak banyak orang lain memikirkan hal ini, bahkan
jarang dan banyak yang tidak mau tahu. Tapi dari sini aku sangat ingin tahu.
Ingin tahu “Ada apa dengan namaku ini?”
Tiap kali terbesit di
benakku, apa enaknya ya punya
nama pasaran? Maksudnya nama yang banyak dipakai oleh orang lain. Namaku
mungkin termasuk nama pasaran. Ada di mana-mana. Menjadi apa
saja. Dari nama bumbu, nama kulkas, nama warung makan pinggiran, nama
sekolah juga ada, nama rumah sakit apalagi, pernah aku temuin pula tertulis di
truk, bahkan ada juga nama tari. Segalanya nama memakai nama Salsa.
Salsa, Salsa dan Salsa. Sangat familiar untuk didengar. Aduhai… mengapa ya ayah umi beri aku nama Salsa, nama
pasaran, nama yang ada dimana-mana, dan selalu ada? Sedangkan kakak-kakakku
namanya jarang banget yang memakainya. Bahkan nama kakakku itu sangat bagus
bila di dengar. Apalagi kalau namanya di plesetkan tidak meninggalkan
keterburukan. Eits, tak boleh menyalahkan orang tua, toh nama itu adalah sebuah
doa. Tak boleh berprasangka seperti itu.
Dari kecil sampai
sekarang SMA selalu ada nama yang sama dengan namaku. Apakah itu kebetulan?
Tapi yang jelas aku sangat percaya itulah Kuasa Tuhan. Acapkali, pernah
namaku jadi bahan candaan. Bahkan juga namaku ini menjadi bahan olok-olokan.
Sakit sih rasanya di dalam hati, tapi sabar tetep selalu di hati seperti kata
orang kalau orang sabar itu di sayang Tuhan. Siapa sih yang nggak mau di sayang
Tuhan?
Pernah dulu, ketika aku masih duduk di bangku kelas 4 SD. Waktu
itu ada lomba memperingati tahun baru hijriyah di sekolah. Sebagai murid yang
polos nggak tau apa-apa, aku hanya diam ketika wali kelasku menawarkan siapa
yang mau partisipasi ikut lomba itu. Awalnya sih ogah-ogahan ikut, tapi hampir
teman sekelasku mengikuti lomba membaca qiro’.
Keesokan harinya, lomba di mulai. Nah, cabang lomba
baca qiro’ di tempatkan di musholla, yang sekarang telah di sulap menjadi
sebuah bangunan suci yang megah, yaitu masjid At Taqwa. ‘aku terdaftar di
checklist peserta qori’?’ aku kaget dengan kenyataan itu. Siapa yang
mendaftarkanku..? aku merasa tak siap karena kondisiku yang sedang flu dan aku
terkena alergi yang gara-gara cuaca yang tidak menentu .
Aku lari ke dalam kelasku, seseorang senyum padaku.
“kenapa kamu senyum-senyum? Ada yang
lucu sama aku?” tanyaku jengkel karena berita lomba yang mengagetkanku itu.
“maaf ya, aku terpaksa
mendaftarkanmu, aku tau kamu bisa dan akan berhasil, mereka bukan sainganmu”.
Ucapnya optimis meyakinkanku.
“dari mana dia tau kalau aku biasa
qori’ di rumah?” batinku.
“udah, cepet ke masjid, takutnya
nanti telat. Ayo aku antar”. Tawarnya
“iya, udah makasih. Aku ke sana
sendiri aja.” Jawabku datar.
Ada seorang kakak kelasku yang sedari pagi
menyaksikan perlombaan di masjid menunggu ku memasuki masjid. Aku di luar
masjid, tak berani melangkahkan kaki mungilku menginjakkan ke dalam.
“Sal, ayo masuk”. Ucapnya setelah menyadari ada aku di
luar. Lalu aku duduk di belakang kakak itu, aku gemetar tak karuan.
“peserta terakhir, SALSABILA
FAJARWATI. Putri bapak Hamid”.
Namaku di sebut lengkap
dengan wali ku yang menjadi motivatorku melakukan segala apapun yang baik.
Karena kebetulan ayahku adalah komite SDku ini, jadi tak heran bila semua guru
mengenali ayahandaku.
“A’uudzubillaahiminasyyaithoonirrojim…”.
Aku mulai membuka ayatku
dengan ta’awudz. bayyati nada qoror. Aku mulai terganggu dengan flu yang dari
tadi menemaniku. Tapi dengan keyakinan dan optimisme, aku melanjutkan suaraku. Jlegg!!!
jawabbul jawab!! mampukah aku…? aku mulai mengeluh, namun tak pernah ada yang
tahu kecuali Allah yang maha tau akan isi hati hambaNya. Aku memintaNya menjaga
suaraku, agar aku bisa melanjutkan surahku.
Aku melirik juri yang ada di
depanku manggut-manggut. ‘pertanda apa ini Ya Rabb…?’ perasaan senang tak
karuan menggoncangkan hatiku, membuat kepalaku terasa panas dan berat. Tanganku
tiba-tiba terasa dingin.
Perlombaan selesai, pengumuman juara diumumkan di
hari Sabtu saat jalan sehat. Saat itu, untungnya aku sudah sembuh dari flu dan
alergi. Jadinya aku bisa mengikuti jalan sehat itu. Diperjalanan aku bertemu
dengan temanku yang bernama Izza. Dia menyapaku dan kami pun berjalan
beriringan. Di sela pembicaraan, dia bilang kepadaku kalau dia sangat
mengharapkan juara lomba qiro’. Aku hanya menanggapi biasa saja, dan hanya
meng-amini saja.
Jalan sehat telah usai, semua orang pada
beristirahat di tempat perteduhan. Begitu pula denganku, aku beristirahat
berkumpul bersama teman-temanku, Izza juga. Kami saling bercanda, sambil
mendengar nomor perundian doorprize. Di sela-sela itu, akhirnya diumumkan juara
lomba membaca qori’. Entah kenapa, saat itu aku merasa deg-degan. Berharap agar
aku juaranya.
Duuuh… Dag dig dug rasanya. Membayangkan aku maju
dengan PDnya mengambil hadiah itu. Tapi… Apa iya?, aku akan maju? sedangkan
masih banyak peserta lain yang lebih baik dariku? Izza apalagi?
“juara 1 membaca qiro’ di raih oleh…”.
Suara ibu Nur yang memberi pengumuman itu dengan semangat. Duuuhh… lama banget sih.. gerutuku. Akhirnya di bacakan juaranya.
Suara ibu Nur yang memberi pengumuman itu dengan semangat. Duuuhh… lama banget sih.. gerutuku. Akhirnya di bacakan juaranya.
“SALSABILA.”
Dalam hati, aku
bingung Salsabila siapa? Karena nama Salsabila di sekolahku saat itu ada 2
anak. Saat itu, Salsabila (bukan aku) langsung maju ke atas panggung dengan
sombongnya. Dia begitu senangnya. Dalam hati aku sedih, tapi tak apalah mungkin
aku belum beruntung.
Tapi
tiba-tiba, bu Nur membenarkan dan mengulangi nama juaranya. Dan beliau berkata
“Pemenangya adalah…. Salsabila Fajarwati”. Aku kaget, bahkan nggak nyangka
kalau aku juaranya. Subhanallah… Maha besar Engkau Ya Rabb… Alhamdulillah. Aku
mengucapkan syukur yang tak habis habis nya. Ini kali pertamaku mendapatkannya.
Aku melihat Salsabila (bukan aku) dia merasa malu dan sedih kalau dia bukan
juaranya.
Silakan maju ke depan mengambil kenang kenangan.
Suara tepuk tangan riuh mengiringi langkahku menuju ke atas panggung. Saat
menuju panggung, aku mendekati Salsabila (bukan aku) dan menepuk punggungnya dan kubisiki dia
“Jangan bersedih gitu, masih ada banyak kesempatan kok”. Dia senyum kepadaku.
Saat itu juga aku melihat Izza, dia terlihat sinis begitu mendengar kalau aku
juaranya. Aku merasa tak enak hati dengan dia, tapi bagaimana lagi.
Gara-gara nama, nama lagi nama lagi. Segitu pasarannya
namaku ini hingga tak bisa membedakan satu dengan yang lainnya. Hingga juara
saja, bingung mana pemenangnya. Tapi dari sini aku lebih mengerti untuk tetap
rendah hati.
Kembali lagi dengan masalah nama pasaranku ini. Di saat
pergantian hari, menandakan itu waktu maghrib. Lagi-lagi itu terjadi hari
Sabtu. Seperti biasa aku melaksanakan shalat wajib 3 rakaat. Aku ambil wudhu,
lalu segera mendirikan shalat di kamar. Allahu Akbar.. takbiratul ihram pertama
aku ucapkan. Sesampai usai lalu aku berdo’a. Ini aku lakukan seringkali, bahkan
jarang kalau tidak pernah dilakukan.
Selepas itu aku membukan ayat suci-Nya yang Karim. Tanganku tanpa sengaja
langsung membukan surah Al Insaan. Aku baca ayat demi ayat hingga surah itu
selesai. Lalu aku memahami isi dari surah tersebut. Pertama, memahaminya aku
tertegun ada namaku di dalam surah itu. Aku pahami dan cermati. Kubaca
berulangkali bahkan 3 kali aku membacanya.
Pada ayat 17-18 tertulis “Di dalam surga itu mereka diberi
minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (Yang didatangkan dari)
sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil”
hmm.. menetes air mata ini. Tak kusangka kalau namaku disusun sedemikian
indahnya. Dan betapa anehnya segala perilaku yang tercantum dalam surah
tersebut aku miliki. Tak kusangka, aku merasa dituntun oleh Sang Pencipta
dituntun menjadi manusia yang sholehah. Aamiin. Betapa keagungan Sang Pencipta,
hati ini tak bisa berbicara lagi. Sudah sangat jelas amat sangat jelas. Dibalik
namaku ini ternyata ada hikmah yang mendalam.
Nama pasaranku ini sekarang bukan lagi nama yang gampangan
aja, tetapi nama yang indah artinya. Bahkan di dalam al qur’an ada namaku. Dulu
boleh jadi menyesal bahkan sebal dengan nama pasaran ini, tapi untuk sekarang
dan selanjutnya mungkin harus berpikir berulangkali untuk menyesal. Karena
orangtua selalu mengharapkan suatu yang baik terhadap anaknya.